![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCo2dRAwg7SxpfLevwYE15pkUhb8Z-L5onTSsKpWa-d7SPVoBqPbhLnbSgNtmibR0gM9z7A6emXuDjzE_fZQIr7Tik1q5IS5XVbE18-6ocvKyiHWqN1uFNIEDaNlrVWKRTTinBSEifUg/s400/Ksatria-Templar-Perang-Salib1-2zut507n4b8dilqtvhnjls.jpg) |
sumber gambar : http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2015/09/09/77726/tragikomedi-perang-salib-dan-penghianatan-assassin-1.html diakses pada tanggal 07 November 2016 |
A.
AWAL PERISTIWA
PERANG SALIB
Perang salib berasal dari bahasa Arab: صليبة yang berarti kayu palang, tanda salib (dua batang kayu yang
bersilang). Mereka datang memerangi Timur Islam dengan beberapa alasan. Luarnya
agama tetapi di dalamnya penjajahan. Oleh karena itu, para sejarawan muslim
menyebut peperangan tersebut dengan nama “Perang bangsa Eropa”. Sebagai isyarat
bahwa peperangan tersebut adalah penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Eropa
untuk memerangi negeri-negeri Islam, serta merampas dan menguasai kekuasaanya.
Dalam Ensiklopedia Islam, dijelaskan bahwa perang salib ialah
gerakan kaum Kristen di Eropa yang memerangi umat Islam di Palestina secara
berulang-ulang, mulai dari abad XI sampai pada abad XIII M. Untuk membebaskan
Baitul Maqdis dari kekuasaan Islam dan bermaksud menyebarkan agama, dengan
mendirikan Gereja dan kerajaan Latin di Timur.
Namun, bangsa
Eropa menyebut peperangan tersebut dengan nama “Perang Salib”. Karena mereka
menggunakan Salib dalam peperangan tersebut sebagai tanda. Mereka mengklaim
bahwa kedatangan mereka adalah untuk menyelamatkan “kuburan Al-Masih” dari
tangan umat Islam. Padahal, kuburan, gereja-gereja, dan hal-hal lain yang
dianggap suci oleh umat Nasrani dijaga dan dipelihara dengan baik oleh kaum
muslimin. Tempat-tempat tersebut tidak pernah diganggu. Karena orang yang
melakukan hal tersebut berhak mendapatkan hukuman khalifha dan cercaan orang
banyak. Islam memandang bahwa menjaga tempat-tempat suci al Masih dan umta
Nasrani adalah termasuk dalam perjanjian dengan ahli dzimmah.
Peperangan ini
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Philip K. Hitti berpendapat bahwa latar
belakang terjadinya perang Salib karena reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap
dunia Islam di Asia, yang sejak tahun 632 melakukan ekspansi, bukan saja ke
Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga Spanyol dan Sicilia. Faktor lain adalah
keinginan mengembara dan bakat kemiliteran suku Teutonia yang telah mengubah
peta Eropa sejak mereka memasuki lembaran sejarah penghancuran gereja, Holy
Sepulchre adalah sebuah gereja yang didirikan di atas makam Yesus di kubur,
pembangunannya dilakukan oleh khalifah Tathimiyah Al-Hakim pada tahun 1009,
sedangkan gereja merupakan tujuan dari beribu-ribu jamaah Eropa, perlakuan
tidak wajar terhadap jamaah Kristen yang akan ke Palestina melalui Asia Kecil
oleh penguasa Saljuk. Faktor lain, tahun1095 terulang permintaan bantuan kepada
Pope Urban II, oleh Kaisar Bizantium, Alexius Commenus yang daerah-daerahnya di
Asian sampai ke pantai Marmora telah dilakukan oleh bangsa Saljuk. Bahkan
konstantinopel ikut terancam. Dengan permintaan ini, Paus melihat kemungkinan
untuk mempersatukan kembali gereja Yunani dan Romawi yang terpecah, sekitar
tahun 1009-1054.
Di sebelah Timur dan Barat mengalami penghancuran oleh Hulago dan Spanyol
Kristen, ummat Islam sebelah tengah mengalami serangan dari kefanatikan Kristen
yang dikoordinir oleh Paus. Suatu serangan yang kemudian dikenal dengan perang
salib, yang mempunyai tujuan untuk merebut kota suci Palestina, tempat tapak
Tuhan berpijak, dari tangan kaum Muslimin. Terjadilah peristiwa yang sangat
menyedihkan di Pantai Timur Laut Tengah, peristiwa yang merusak hubungan antara
dunia Timur dan dunia Barat. Dengan menggunkan semboyan “Begitulah kehendak
Tuhan” kaum Kristen Eropa menyerbu.
Penyerbuan yang berjalan selama dua abad lamanya memakan korban baik jiwa
maupun harta dan kebudayaan yang tidak sedikit banyaknya. Dengan congkaknya
Godfrey, kepada Negara Kristen yang menduduki Palestina, berkirim surat kepada
Paus, diantaranya ia berkata “Sesungguhnya kuda kami mengarungi lautan darah
dari orang-orang Timur sampai ke lutut tingginya”, di hadapan Haikal Sulaiman.
B.
SEBAB-SEBAB
PERANG SALIB
1.
Faktor Agama
Sejak Dinasti
Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah pada tahun 1070 M,
pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana karena penguasa
Saljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang
hendak melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang
berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang Saljuk
yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Saljuk sangat
berbeda dari para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu
sebelumnya.
2.
Faktor Politik
Kekalahan
Bizantiaum sejak 330 disebut Konstantinopel (Istanbul) di Manzikart, wilayah
Armenia, pada 1071 dan jatuhnya Asia kecil di bawah kekuasaan Saljuk telah
mendorong kaisar Alexius I Comnenus (Kaisar Konstantinopel) untuk meminta
bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099), yang menjadi Paus antara tahun
1088-1099 M, dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah
pendudukan Dinasti Saljuk.
Di lain pihak,
kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah sehingga orang Kristen di
Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang Salib. Ketika itu Dinasti
Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan dan Dinasti Fathimiyah di
Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah.
Situasi yang demikian mendorong para penguasa Kristen di Eropa untuk merebut
satu per satu daerah kekuasaan Islam, seperti Dinasti kecil di Edessa dan
Baitul Maqdis.
3.
Faktor Sosial
Ekonomi
Para pedagang
besar yang berada di Pantai Timur laut Tengah, terutama yang berada di kota
Venesia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk meguasai sejumlah kota dagang
disepanjang Pantai Timur dan Selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan
dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib
dengan maksud menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan mereka
apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena
jalur Eropa akan bersambung dengan rute perdagangan di Timur melalui jalur
strategis tersebut.
C.
PERIODESASI
PERANG SALIB
Perang salib
terbagi dalam beberapa periode sebagai berikut:
1.
Periode pertama
Pada
musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa perancis
dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara
salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh
kemenangan besar. Pada tanggal 18 juni 1095 mereka berhasil menaklukan Nicea
dan Tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin
I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai
antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di Timur. Bohemod dilantik menjadi
rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Bait Al-Maqdis (15 Juli 1099 M). dan
mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Bait
Al-Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota
Akka (1104 M). Tripoli (1109 M), dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka
mendirikan kerajaan Latin IV, rajanya Raymond.
Pada
tahun 1127 M, muncul Imaduddin Zanki seorang pahlawan Islam termasyhur dari
Mousul, yang dapat mengalahkan tentara Salib di Kota Aleppo Hamimah, dan
Edessa. Kemenangan itu merupakan kemenangan pertama kali yang disusul dengan
kemenangan selanjutnya sehingga tentara Salib merasakan pahitnya kekalahan demi
kekalahan. Pada tahun 1046 M, Imaduddin Zanki wafat.
2.
Periode Kedua
Wafatnya
Imaduddin Zanki, membangkitkan anaknya, Nuruddin Zanki untuk melanjutkan tugas
sang ayah, meneruskan perjuangan membela agama, melakukan jihad. Nuruddin Zanki
berhasil merebut kembali Antiochea pada 1149 M, pada tahun 1151 M seluruh
Edessa dapat direbut kembali.
Jatuhnya
Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan perang Salib kedua. Paus
Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh Raja Perancis
Louis VII dan raja Jerman Codrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut
wilayah Kristen di Syiria. Akan tetapi, pasukan mereka dihadang oleh Nuruddin
Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Codrad II sendiri
melarikan diri pulang ke negerinya. Nuruddin wafat pada tahun 1174 M. Pimpinan
perang kemudian dipegang oleh Shalahuddin Al-Ayyubi yang berhasil mendirikan
Diansti Ayyubiyah di Mesir pada tahun 1175 M. Hasil peperangan Shalahuddin yang
terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada 2 Oktober 1187 M. Dengan demikian, kerajaan Latin yang didirikan tentara
Salib di Yerusalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya
Yerusalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara Salib. Mereka
menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Fedrick
Barbarossa raja Jerman, Richard The Lion Hart raja Inggris, dan Philip Augustus
Raja Perancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat
tantangan berat dari Shalahuddin akan tetapi mereka berhasil merebut Akka yang
kemudian dijadikan ibukota Kerajaan Latin, tetapi mereka tidak berhasil merebut
Palestina. Pada tanggal 2 November 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara
salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh Ar-Ramlah. Dalam perjanjian
itu disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis
tidak akan diganggu.
Tidak
lama kemudian, setelah perjanjian itu disepakati, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi,
pahlawan Perang Salib itu meninggal dunia pada Februari 1193 M.
3.
Periode Ketiga
Tentara
salib pada periode ketiga ini dipimpin oleh raja Jerman, Federick II. Kali ini
mereka berusaha merebut Mesir terlebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan
harapan bantuan dari orang-orang Kristen Qibti. Pada tahun 1219 M, mereka
berhasil menduduki kota Dimyat. Raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu,
Al-Malikul Kamil, membuat perjanjian dengan Federick. Dalam perkembangan
berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247
M, di masa pemerintahan Al-Malikush Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika
Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik pengganti Dinasti Ayyubiyah, pimpinan kaum
muslimin dipegang oleh Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah Akka dapat
direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1291. M.
Dalam
periode ini telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita Islam yang
trekenal gagah berani, yaitu Syajar Ad-Dur. Ia berhasil menghancurkan pasukan
Raja Louis IX dari Perancis dan sekaligus menangkap raja tersebut.
Meskipun
menderita kekalahan dalam Perang Salib, pihak Kristen Eropa telah mendapatkan
hikmah yang tidak ternilai karena mereka dapat berkenalan dengan kebudayaan dan
peradaban Islam yang sudah sedemikian maju. Bahkan, kebudayaan dan peradaban
yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisans di Barat. Mereka membawa kebudayaan dari Timur-Islam ke
Barat terutama dalam bidang militer, seni, perindustrian, perdagangan,
pertanian, astronomi, kesehatan, dan kepribadian.
Demikianlah
perang salib yang terjadi di Timur. Perang ini tidak hanya berhenti di Barat,
di Spanyol, sampai akhirnya umat Islam terusir dari Spanyol Eropa. Akan tetapi,
meskipun demikian, mereka tidak dapat merebut apapun dari tangan kaum muslimin,
dan tidak dapat menurunkan bendera Islam dari Palestina.
Walaupun
umat Islam telah berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara salib,
namun kerugian akibat perang itu sangat banyak. Kerugian ini mengakibatkan
kekuatan politik kaum muslimin menjadi melemah.
D. D. HUBUNGAN PERANG SALIB DENGAN ISLAM
Bagaimana nasib
kaum muslimin di daerah-daerah kekuasaan orang Turki ketika pasukan Turki
meninggalkan mereka karena serbuan pasukan salib? Kondisi yang terjadi sangat
menguntungkan pihak pasukan salib. Pada akhir abad kesebelas Bani Seljuk yang
telah menguasai Siria maupun Palestina telah
berantakan, sementara negara-negara yang menggantikannya saling
berperang satu sama lain. Dinasti Fatimiyah yang Syiah memang berhasil menahan
serbuan pasukan Salib, sampai mereka kemudian berhasil mencapai Jerusalem, dan
kaum Fatimiyah berhasil mencaplok tanah kaum penguasa muslim Suni. Khalifah
Abasiyah di Bagdad sendiri tak lagi tertolong, sehingga tak bisa lagi
diharapkan menjadi semacam Paus bagi kaum muslimin, yang mampu memegang komando
atas kaum muslimin untuk melakukan jihad melawan pasukan salib. Di samping itu,
tanah-tanah yang dirampas oleh pasukan salib selanjutnya didiami oleh penduduk
Kristen dari berbagai sekte. Sebagian dari mereka tidak mempersoalkan
perarturan agama Katolik. Penduduk lainnya lagi adalah orang Yahudi, penganut
Druze, maupun golongan muslim lain. Pasukan salib tidak pernah menguasai
kota-kota kaum muslimin yang pernah memegang peran penting dalam perekonomian
maupun politik, seperti Aleppo, Damaskus, Mosul, Bagdad, maupun Kairo.
Secara keseluruhan
boleh dikatakan bahwa bagi dunia Islam di masa tahun 1100 Perang Salib pertama
hanyalah separuh pertunjukan belaka. Tentu saja mngherankan, meski kaum
muslimin terpaksa harus menunggu sebelum mereka mengusir pasukan salib dari wilayah mereka. Salah satu
alasannya adalah karena mereka, seperti bangsa Arab sekarang, telah terpecah
menjadi negara-negara kecil yang
senantiasa bermusuhan. Sebagian lagi dari mereka bahkan telah bersekutu dengan
pasukan salib melawan negara-negara seagama. Kaum Fatimiyah Mesir misalnya,
sudah terbiasa berhubungan erat dengan pasukan salib, karena terikat hubungan
dagang antara kota-kota pelabuhan Iskandiyah di Mesir dengan
pelabuhan-pelabuhan Italia, seperti Venesia dan Genoa.
Awal titik
balik kemudian terjadi pada tahun1144, ketika Gubernur Mosul, Zengi, menyatakan
diri sebagai kerajaan lepas dari kekuasaan Bani Seljuk di Siria yang sedang
sekarat. Siria merampas kabupaten Edessa dari pasukan salib. Perang salib
kedua, yang dipimpin oleh Kaisar Romawi Suci dan Raja Perancis mencoba merebut
Damaskus dan daerah pedalaman Siria, termasuk Edessa. Untuk sementara pasukan
salib berada dalam posisi menyerang, meski kemudian posisi itu beralih ke
tangan pasukan muslim. Dalam peristiwa itu, Zengi terbunuh oleh salah seorang
budaknya. Segera setelah itu putranya, Nuruddin, tampil menjadi pemenang.
Setelah itu dia berhasil mengendalikan seluruh Siria kecuali sepenggal kecil
jalur pesisir Siria tetap berada di tangan pasukan salib.
E.
DAMPAK PERANG SALIB BAGI UMAT ISLAM
Tentara Salib menyaksikan
betapa maju dan makmurnya negeri Timur. Setelah penyerbuan selesai dan dalam
waktu dua abad mereka hidup di daerah itu, mereka mulai menyesuaikan diri.
Mereka melihat ketinggian kebudayaan Islam dalam segala aspek kehidupan dan
mereka menirunya. Dari aspek makanan, pakaian, alat-alat rumah tangga , musik,
alat-alat pakaian, obat-obatan, ilmu pengetahuan, perekonomian, irigasi,
tanam-tanaman, pemerintahan dan lain-lain. Bahkan dalam pergaulan mereka
memakai bahasa Arab dan ada pula yang kawin dengan penduduk asli. Yang tidak
kalah pentingnya, banyak pula yang menjadi muslim.
Ketika tentara
Salib sedang berkuasa, setiap ada pasukan Salib yang pulang kembali ke Eropa
selalu membawa apa saja yang mereka temui. Apakah itu berupa buku-buku ilmu pengetahuan,
alat-alat kedokteran, kompas dan apa saja kemajuan ummat Islam. Dengan demikian
maka perang Salib merupakan salah satu dari jembatan tempat mengalirnya
kebudayaan Islam ke Eropa.
Secara sederhana dampak Perang
Salib bagi umat Islam dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1. Perang
salib yang berlangsung antara bangsa Timur dengan Barat menjadi penghubung bagi
bangsa Eropa khususnya untuk mengenali dunia Islam secara lebih dekat lagi. Ini
memiliki arti yang cukup penting dalam kontak peradaban antara bangsa Barat
dengan peradaban Timur yang lebih maju dan terbuka. Kontak peradaban ini
berdampak kepada pertukaran ide dan pemikiran kedua wilayah tersebut. Bangsa
Barat melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan di Timur dan hal ini
menjadi daya dorong yang cukup kuat bagi bangsa Barat dalam pertumbuhan
intelektual dan tata kehidupan bangsa Barat di Eropa. Interaksi ini sangat
besar andilnya dalam gerakan renaissance di
Eropa. Sehingga dapat dikatakan kemajuan Eropa adalah hasil transformasi peradaban
dari Timur.
2. Pra
perang Salib masyarakat Eropa belum melakukan perdagangan ke Bangsa Timur,
namun setelah perang Salib interaksi perdagangan pun dilakukan. Sehingga
pembauran peradaban pun tidak dapat dihindarkan terlebih lagi setelah bangsa
Barat mengenal tabiat serta kemajuan bangsa Timur. Perang Salib membawa
perubahan yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi bangsa Eropa.
Kehidupan lama Bangsa Eropa yang berdasarkan mata uang yang cukup kuat. Dengan
kata lain Perang Salib mempercepat proses transformasi perekonomian Eropa.
3. Perang
Salib sebagai sarana mengalirnya ilmu pengetahuan dari Timur ke Barat. Pasca
penyerbuan yang berlangsung lebih dari 2 abad, para tentara Barat mulai
menyesuaikan diri dengan kehidupan Bangsa Timur. Mereka melihat ketinggian
peradaban dan budaya Islam dalam berbagai aspek kehidupan, yakni makanan,
pakaian, alat-alat rumah tangga, musil, alat-alat perang, obat-obatan, ilmu
pengetahuan, perekonomian, irigasi, tanam-tanaman, sastra, ilmu militer,
pertambangan, pemerintahan, pelayaran (navigasi) dan lain-lain. Tentara Salib (crusaders) membawa berbagai keilmuan ke
negara mereka dengan kata lain terjadi transformasi budaya (culture) dan peradaban (civilization) dari timur ke Barat.
4. Bangsa
Barat melakukan penyelidikan terhadap seni dan budaya (art and culture) serta pengetahuan (knowledge) dan berbagai penemuan ilmiah yang ada di Timur. Hal ini
meliputi sistem pertanian, sistem industri Timur yang sudah berkembang dan maju
serta alat-alat teknologi yang dihasilkan Bangsa Timur seperti kompas kelautan,
kincir angin dan lain-lain. Setelah kembali ke negerinya Bangsa Eropa menyadari
betapa pentingnya memasarkan produk-produk Timur yang lebih maju, mereka
mendirikan sistem-sistem pemasaran produk Timur. Maka semakin pesatlah
perkembangan perdagangan antara Timur dengan Barat.
5. Perang
Salib yang meluluh-lantakkan infra dan suprastruktur terutama di negara-negara
Timur berakibat tertanamnya rasa kebencian antara Timur dan Barat. Di benak
Kristen Eropa diyakini sangat membenci warga negara Timur baik yang beragama
Kristen, Yahudi terutama terhadap muslim. Tentunya hal ini
jika tidak disikapi dengan bijaksana akan menjadi bom waktu yang siap meledak
kapan saja.
6. Pada
awal kedatangan tentara Salib kondisi Umat Islam tidak bersatu, terbukti adanya
tiga kerajaan besar yang bertikai yaitu: Dinasti Fatimiyah di Mesir, Daulah
Abbasiyah di Baghdad yang dikendalikan orang-orang Saljuk dan Dinasti Muwahidun
di Afrika, ditambah lagi dari tiga dinasti ini masing-masing internnya pun
selalu bertikai, tentu hal ini memudahkan para tentara Salib menyerang Umat
Islam yang tidak bersatu. Untuk itu hikmah yang perlu diambil adalah perlunya
persatuan dan yang yang dibangun dengan akidah benar berdasarkan Alquran.