Pages

Ads 468x60px

Labels

iOS

5/Life%20Style/feat-tab

Facebook

Business

5/Cars/feat-tab

Author Details

Templatesyard is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design. The main mission of templatesyard is to provide the best quality blogger templates.

Post Bottom Ad

ad728

Videos

6/Tech/feat-videos

Technology

3/Tech/feat-grid

Fashion

5/Life%20Style/feat2

Header Ads

ad728

Breaking News

Android

5/Tech/feat-tab

Fashion

5/Cars/feat-tab

Follow Us @templatesyard

Translate

Recent Slider

5/Tech/feat-slider

Comments

3/recent-comments

Post Top Ad

ad728

Beauty

4/Cars/post-per-tag

Main Slider

5/slider-recent

Culture

4/Future/post-per-tag

Photography

3/Tech/post-per-tag

Recent

3/recent-posts

Popular Posts

Sabtu, 09 September 2017

Sekolah Menulis Bagai Mercusuar Kampus

Tulisan ini dibuat saat mengikuti pelatihan menulis yang diadakan oleh Jurai Siwo Corner. Ungkapan terimakasih kepada kanda Lukman Hakim pemateri menulis feature dan ini adalah outputnya. Tulisan ini juga diposting di website http://www.griyatulisan.com/2017/09/sekolah-menulis-bagai-mercusuar-kampus.html

Sekolah Menulis Bagai Mercusuar Kampus

Angin semilir siang hari turut menghiasi suasana kampus IAIN Metro di hari sabtu 19 Zulhijah 1438. Di hari weekend seperti ini biasanya kebanyakan mahasiswa tidak ada jam kuliah. Wajar saja jika kampus yang biasanya padat kendaraan hingga di halaman kampus, terasa lengang dengan udara lebih lega bergerak. Tapi di sudut bangunan kampus sebelah kiri terlihat seonggok kendaraan terparkir rapi. Bagaikan mercusuar di tengah kegelapan.

Hari ini Jurai Siwo Corner mengajak mahasiswa menyelami lebih dalam dunia intelektualitas. Di tengah-tengah kesibukan memilih destinasi wisata hari weekend, masih ada sebagaian mahasiswa yang memilih untuk meneguk ilmu melalui pelatihan menulis. Ditemani matahari yang cerah dan kicauan burung gereja menambah suasana makin tenteram dan harmonis bagi 15 peserta pelatihan.

Memasuki ruangan persegi berukuran 5 x 5 meter dan cahaya 6 lampu menambah keheningan peserta mendengarkan materi menulis feature oleh Lukman Hakim Alumni Tempo Institut. Dengan perawakan sederhana dan bersahabat Lukman menyampaikan materi yang santai dan berseling gurauan. Peserta makin khusyuk saja mendengarkan materi sampai tersenyum penuh kekaguman akan pesona Lukman.

Gedung-gedung bertingkat yang biasa dihiasi hiruk pikuk aktivitas dosen dan mahasiswa kini menjadi saksi bisu terangnya mercusuar pelatihan jurai siwo corner. Pelatihan dengan melibatkan 15 orang saja memang sedikit wagu. Dengan nada santai dan optimis Dharma Setyawan memberi penjelasan mengapa membatasi peserta hanya 15 orang saja. “15 orang saja cukup, belajar teori kemudian praktik langsung, nanti kalau banyak-banyak seperti aksi rohingya hehe” kelakar Dharma.

Para pemateri mengajak peserta menyelami dunia kepenulisan yang begitu asyik dan menggiurkan. Di usia-usia produktif mahasiswa begitu antusias merespon ajakan pemateri. Mengingat betapa pentingnya menulis, serta imbalan yang bisa diperoleh melalui gerakan jari yang bersingkronisasi dengan otak. Layla Fitri terlihat sangat tertarik saat menjalani pelatihan, terlihat dari sorot matanya yang berbinar-binar dan senyum merekah pada setiap ungkapan kalimat pemateri. “Sejujurnya aku suka membaca, tapi belum memiliki ketertarikan menulis, tapi begitu mengikuti pelatihan ini, rasanya batinku tergerak untuk berkarya melalui goresan pena, aku ingin dikenang meskipun ragaku telah pergi, mulai detik ini aku cinta menulis”, ungkap Layla Penuh kekaguman.

Penulis: Ririn Erviana

Rabu, 06 September 2017

Literasi Mati Suri

Tulisan ini juga di posting pada web pers kampus IAIN Metro

Oleh : Ririn Erviana
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam dan aktivis pers di IAIN Metro

Perguruan tinggi merupakan markasnya para cendekiawan-cendekiwan penghasil ilmu pengetahuan. Civitas akademika yang sehari-harinya berkutat dengan pengkajian ilmu. Tak heran jika para orang tua mempercayakan anak-anak mereka menempuh pendidikan dengan biaya mahal supaya anak bisa menghadapi tuntutan kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan ber-akhirat. Orang tua dan para pahlawan terdahulu menaruh harapan besar pada generasi muda. Maka pemuda digembleng supaya memiliki pola pikir yang kritis, dan analitis menuju kebijaksanaan.
Namun belakangan ini pemhandangan yang sering kita lihat dikampus ternyata belum sepenuhnya mencerminkan aktivitas para cendekiawan. Mahasiswa yang menenteng buku saja sudah jarang dijumpai di gazebo-gazebo kampus. Justru kita menjumpai mahasiswa berdiskusi dengan menenteng-nenteng telepon pintar (smartphone) semakin merajalela. Tapi kita juga tidak boleh mengambil konklusi hanya dengan melihat sekilas saja. Barangkali para mahasiswa ini sedang membaca electronic book (ebook), karena sekarang sudah modern sehingga membaca buku tak perlu dengan menteng buku-buku tebal.
Tapi anehnya halaqoh itu sering diiringi dengan gelak tawa yang berlebihan. Ada apakah gerangan? Buku apa yang mereka baca sehingga mengundang tawa secara serempak? Setelah didekati ternyata ironis sekali, halaqoh-halaqoh yang sering kita jumpai dikampus lebih didominasi oleh aktivitas rumpian ala ibu-ibu arisan. Yang membuat para mahasiswa dan mahasiswi ini betah duduk di gazebo ternyata ada jaringan wifi gratis di kampus. Sehingga memudahkan mereka mengakses jejaring sosial dan mengupdate info terbaru terkait life style. Ternyata kebiasaan mahasiswa semakin kesini mengalami perubahan, bahkan berbanding terbalik dengan mahasiswa dahulu.
Barangkali ketika ditengah-tengah  anak muda kekinian yang berhalaqoh menggenggam telpon pintar itu ada satu saja mahasiswa yang membaca buku, pasti yang sedang membaca buku itu terlihat aneh dan tidak keren sama sekali. Namun berbeda ketika keadaan itu dibalik menjadi banyak mahasiswa berhalaqoh membaca buku atau bincang buku, sedangkan satu di antara mereka diam khusyuk memegahng telepon pintar. Maka mahasiswa yang autis dengan telepon pintar akan terlihat aneh dan tidak keren dibanding teman-temannya. Itulah mengapa orang-orang merasa asyik saja berada di jalan yang salah karena banyak teman. Terlalu nyaman berada di zona yang banyak teman dibanding mencari zona lain yang lebih mengantarkan pada kenyamanan hakiki.
Budaya literasi sudah mulai mati suri di markas para cendekiawan. Aktivitas akademik yang diharap-harapkan lahir dari generasi pemuda kini hanya keniscayaan. Mahasiswa zaman sekarang menganggap buku adalah asesoris jadul, kemudian hanya dicari ketika dituntut oleh dosen yang berorientasi pada nilai A untuk mata kuliah tertentu. Mahasiswa zaman sekarang sibuk dengan update life style terbaru dibanding dengan update keilmuan mutakhir. Sebenarnya tidak ada salahnya bergaya modis sesuai mode, tapi sebagai kaum cendekiawan seharusnya tidak hanya dandannya saja yang keren, melainkan pemikirannya juga keren.
Tapi kekinian berkata lain, fakta lapangan menunjukkan mahasiswa maupun mahasiswi sibuk bersolek, spa dan memunggungi buku saja. Bagaimana ceritanya bisa membangun negara jika pemudanya saja masih terlalu egois? Haruskah dosen membuat buku mutabaah (catatan harian) untuk menghitung berapa buku yang dibaca setiap hari dengan imbalan nilai A supaya mahasiswa berbondong-bondong meneguk ilmu dari buku? Entahlah. Barangkali dengan mode pakaian palig mutakhir lebih penting dibanding ber-buku-an paling mutakhir. Barangkali banyak followers di instagram dan twitter lebih terlihat keren daripada mengenal tokoh-tokoh inspiratif.
Dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi, keilmuan mahasiswa memang tidak bisa disama-ratakan. Saat lulus pun begitu, gelar yang mereka miliki sama namun ilmu yang mereka bawa berbeda. Karena kuliah ibarat nelayan yang pergi melaut, sepulang dari laut sebagian dari mereka membawa ikan yang banyak, dan adapula hanya mendapat lelah saja karena tidak bisa mengendalikan angin lautan.

Mahasiswa Kok Takut Cepat Lulus?

Tulisan ini juga di posting di web http://nuwobalak.id/2017/08/31/mahasiswa-kok-takut-cepat-lulus/

Oleh: Ririn Erviana
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam IAIN Metro

Membicarakan mahasiswa memang tidak pernah ada habisnya. Kalau sudah membahas intelektualitas kita sampai lupa mngkritisi diri sendiri karena sibuk meriveiw kebijakan orang lain. Ada yang berbangga diri mengejar cumlaude dalam waktu secepat mungkin. Ada pula yang berbangga diri memperluas link dengan menjadi aktivis kampus, adapula yang bangga lulus karena hampir drop out. Bisa dikatakan itu masalah klasik, namun ada yang lebih pelik lagi masalahnya. Dari berbagai macam spesies mahasiswa itu akhirnya saling gontok-gontokan dan rasisme. Merasa paling benar berada diposisi masing-masing. Alhasil ada penggolongan ilmuan dan intelektual. Ilmuan yang katanya hanya berjibaku dengan buku-buku dan sendiko dawuh atas peraturan yang ada. Kaum intelektual yang katanya digadang-gadang mahasiswa sesungguhnya, dengan segala gagasan yang sibuk disuarakan. Katanya masyarakat akademik itu terkenal moderat? Kok main deskriminasi dan saling merasa benar. Katanya kaum berpendidikan terbiasa tabayyun (klarifikasi)? Kok main justifikasi.
Mahasiswa yang IPK-nya tinggi dan tidak ikut organisasi bukan berarti dia pengecut atau kurang kritis. Barangkali punya tanggung jawab lain diluar kampus. Misalnya kuliah sambil bekerja untuk membayar UKT. Kok sekarang lulus lambat itu jadi keren yaa? La wong ipk tinggi yang didapat itu kan nggak hanya dari duduk mlongo dikelas saja. Meskipun kuliah tidak ada alfa kalau nilai ujiannya nol ya tetep aja nggak lulus. Di dalam materi perkuliahan juga ada praktik. Jadi yaa nggak etis lah kalau aktivis main judge yang nggak aktivis.
Kalau sayang melepas status mahasiswa hanya karena takut kehilangan diskon-diskon via member card bertipe mahasiswa atau takut tidak bisa mnikmati makanan enak di seminar besar secara gratis. Itu sama saja anak kecil yang takut kehilangan uang saku dari orang tuanya. Seharusnya segera menyelesaikan studi dan mengejar studi berikutnya supaya akses gratis itu masih kita rasakan, tapi bukan dengan status mahasiswa melainkan status yang lebih tinggi misalnya dosen. Nah kalau sudah jadi dosen revitalisasi dong kebijakan kampus yang katanya nggak adil. Kok mahasiswa terbaik hanya diukur dari IPK-nya saja, skripsi dengan penelitian serius nasibnya gimana?. Nah ketika sudah jadi dosen minimal ada celah untuk mengapresisasi mahasiswa pintar tapi IPK-nya biasa saja.
Barangkali beberapa akademisi akan memahami mengapa seseorang terlambat lulus. Mereka bisa paham karena berada dikubikal itu sehari-harinya. Tapi apakah orangtua yang pekerjaanya hanya di sawah dan angon sapi akan paham. Masyarakat kita ini banyak lho yang tidak tahu menahu tentang kehidupan di perguruan tinggi. Bukankah banyak dari kalian yang orang tuanya hanya lulus SD atau SMP?. Belum lagi lulus terlambat akan meracuni orang-orang yang hendak kuliah dan mencemarkan organisasi yang diikuti. Misalnya (ini contoh lho), seorang anak yang tinggal di desa merengek minta kuliah pada orangtuanya. “Alah nggak usah kuliah, liat itu anaknya si A kuliah bertahun-tahun nggak lulus-lulus”, nah lho?
Contoh selanjutnya, Seorang mahasiswa yang aktif ingin menjadi aktivis di kampusnya kemudian orang tuanya melarang keras. “Kamu kalau kuliah nggak usah ikut yang aneh-aneh, kayak Si B itu terlalu asyik jadi aktivis sampe lupa sama kuliahnya”. Itulah salah satu penyebab mengapa mahasiswa zaman sekarang cenderung apatis. Tidak tertarik ikut organisasi atau menjadi aktivis. Karena mereka sudah didoktrin bahwa “Jika ikut organisasi akan lulus di waktu yang tepat alias terlambat”. Anak baru lulus SMA yang masih polos yang percaya-percaya saja dengan dogma seperti itu.
Oleh karena itu marilah kita imbangi antara kuliah dan menjadi aktivis. Dua-duanya ini penting, karena kuliah kita dapat ilmu daari dosen yang sudah dapat sertifikasi. Sedangkan Menjadi aktivis kita menapat ilmu dari senior yang banyak pengalaman dan skill. Get to be the ballance man-teman.
Jadi mahasiswa mengejar IPK dan aktif organisasi itu ya harus. Yang tidak boleh ditiru itu mahasiswa yang kerjaannya hanya nongkrong di kafe, hang out sana hang out sini bareng pacar. Begadang nonton film hingga masuk kuliah terlambat karena kesiangan. Eehhh ketika tidak lulus mata kuliah itu komplain ke dosen. Sama buku alergi, pergi ke forum diskusi malas. Yang seperti itu baru jangan ditiru.

bagaimana postingan ini?

 

Sample text

Sample Text

5/Cars/feat-tab

Sample Text

 
Blogger Templates